Wednesday, June 29, 2005

Mie Aceh dan Jus Timun




Ngiler kan, liat gambar di sebelah kiri? Suwer saya juga :) Foto ini adalah foto Mie Aceh yang sering saya makan sewaktu di Meulaboh. Rasanya pedes, kecut, seger. Pedes soalnya maka cabe, kecut soalnya make tomat, bukan saus tomat tapi benar2 tomat seger. Trus kalo memang suka bisa dikucuri jeruk nipis seperti yang terlihat di gambar. Apalagi kalau ditambahi acar, hmmm...very yummy, asli...
Selain tomat tadi sayur2an yang dipake adalah sedikit sawi dan kol.
Sebagai bocoran, saking enaknya saya sanggup menghabiskan 2,5 porsi dalam satu kesempatan he...he...he... Kalo suami saya bilang bukan doyan lagi itu mah rakus :( padahal suwer enak, dan kebetulan kapasitas lambung saya emang agak extra ordinary. Pasangan makan mie aceh yang oke kalo menurut saya adalah jus timun yang gambarnya di sebelah kanan. Rasanya seperti jus blewah kalo saya bilang tapi warnanya hijau (jelaslah wong timun!!), tapi ada yang warnanya gak hijau karena penjualnya make sirup merah sebagai pemanis :(. Cocok untuk mengimbangi rasa kecut Mie Aceh dan cuacanya yang panas poll.
Pengen banget makan Mie Aceh dan minum jus timun lagi, sayang di Surabaya gak ada yang jual :(
Sebagai bocoran, makanan ini bisa didapatkan di depan RS Cut Nyak Dien Meulaboh. Depot penjual Mie Aceh berjajar di depan RS ini. Selain itu kita bisa mendapatkan Nasi Padang, Nasi Lemak, dan Martabak Telur yang asli beda ama yang di sini. Nanti saya ceritakan di kesempatan lain.



Tuesday, June 28, 2005

Tano Niha (2)

Ada hal yang sering membuat saya tersenyum setiap saya teringat saat di Pulau Nias...
Melihat babi diajak jalan2 sore..he..he..he... Mau tahu dimana cara mengajak si kerbau pendek (baca: babi, according teman saya Jefri Harefa) lehernya diikat tali, persis seperti ngajak jalan2 anjing.
Pemandangan ini saya jumpai baik di Gunung Sitoli (gak banyak sih), Teluk Dalam dan di pedesaan yang saya kunjungi. saya selalu tergelak - gelak setiap melihat babi jalan2, habis lucu banget...lagian di Jawa mana ada babi diajak jalan2 di tengah kota pula... :)

Tano Niha (1)

Tgl 27 Mei yl saya berkesempatan u/ kembali ke Tano Niha. Ini kali kedua saya ke sana setelah gempa tgl 28 Maret 2005. Banyak hal yang membuat saya merasa sedih karena keadaan mereka yang begitu mengiris hati dan hal itu terjadi tidak semata - mata karena gempa yang terjadi tgl 28 Maret 2005 tapi keadaan yang sudah berlangsung lama...

Jalan - jalan menuju ke pelosok Nias yang begitu buruk sehingga menyulitkan mereka untuk menjual hasil bumi mereka, menyulitkan mereka untuk memeperoleh rupiah yang lebih banyak untuk membelikan makanan yang baik bagi keluarganya, menyulitkan mereka mencari pengobatan jika mereka sakit karena ongkos transportasi yang terkadang jauh lebih mahal ketimbang obat yang harus dibayar, membuat sekolah menjadi sesuatu yang sulit karena biaya transportasi yang harus dikeluarkan

Saya kemudian berkesempatan bertemu dengan seorang ibu berusia 25 tahun yang membawa kelima anaknya, yak benar lima anaknya, datang ke pengobatan gratis yang diselenggarakan oleh JRK bekerja sama dengan KRK. banyak hal langsung berkelebatan di pikiran saya, kapan ibu ini pertama kali mempunyai anak, bagaimana dia mengurus anak2nya yang sedemikian banyak, bagaimana dia bisa memperhatikan kesehatannya, istirahatnya saat waktunya harus tersita mengurus anak2nya tersebut, dan jangan lupa dia masih berusia 25 tahun, masih ada kemungkinan akan lahir anak2 lain lahir dari rahimnya. gurat-gurat kelelahan begitu tampak jelas di wajahnya...hal ini merupakan hal yang sering saya temui selama di Nias, bahkan masih ada keluarga yang memiliki 7, 8 bahkan 10 anak.

Menurut beberapa orang suster yang berkarya di Tano Niha, hal ini terjadi selain karena ketidaktahuan bahwa kehamilan dapat diatur (bagaimana mereka bisa tahu kalau mereka tidak bisa sekolah, tidak ada bidan di sana, apalagi dokter), adat yang berlaku yaitu calon suami harus membayar uang jujuran yang nominalnya paling tidak 20 juta beserta sejumlah babi kepada keluarga calon istrinya (bahkan ada yang 170 juta karena anak perempuan tersebut seorang bidan) membuat semakin banyak anak perempuan yang dimiliki semakin banyak uang yang akan masuk kantong, belum lagi tidak ada listrik yang membuat tidak ada kegiatan lain yang dilakukan setelah gelap datang kecuali kegiatan kamar tidur.

Hasil dari jumlah anak yang banyak yang tadi, saya banyak melihat anak2 dengan gizi kurang selain karena ketidaktahuan orang tuanya dalam menyediakan makanan yang cukup gizi juga karena perhatian orang tuanya tersita untuk mengurus kesemua anaknya. anak hanya diberi makan kentang, keladi, tidak diberi susu, kalau tidak mau makan dibiarkan. tidak heran ada anak berusia 4 tahun tapi dengan postur 1 tahun, gimana dengan otaknya (tanpa bermaksud kasar)

Banyak sekali yang harus dilakukan untuk memperbaiki kondisi masyarakat di sana, dan percayalah dibutuhkan waktu yang lama dan tenaga yang besar dan hati untuk bisa berkarya dan memperbaiki keadaan hidup mereka...